Kamis, 05 Februari 2015

Hidup Dan Bersinarnya Hati Adalah Modal Segala Kebaikan dan Mati Serta Gelapnya Hati Adalah Modal Segala Keburukan

Dasar segala kebaikan dan kebahagiaan hamba,
bahkan setiap makhluk hidup adalah kesempurnaan
hidup dan cahayanya. Hidup dan cahaya adalah
modal segala kebaikan.
Allah befirman,
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia
Kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya
yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat
keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).
Allah menghimpun dua dasar fundamental:
Kehidupan dan cahaya. Hidup akan melahirkan
kekuatan; kekuatan pendengaran, penglihatan,
malu, 'iffah (menahan diri dari yang diharamkan),
keberanian, kesabaran dan segenap akhlak mulia
lainnya. Juga ia akan melahirkan kecintaan pada
kebaikan dan benci keburukan. Semakin kuat hidup
seseorang semakin kuat pula sifat-sifat di atas.
Sebaliknya, jika hidupnya lemah maka lemah pula
sifat-sifat itu pada dirinya. Tingkat malunya dari
berba-gai keburukan adalah sebanding dengan
kehidupan yang ada pada diri-nya. Hati yang
sehat dan hidup secara naluriah akan lari dan
membenci jika disodorkan padanya berbagai
keburukan, ia tidak akan menoleh sedikit pun
padanya. Ini tentu berbeda dengan hati yang
mati, ia tidak bisa membedakan antara kebaikan
dan keburukan. Dalam hal ini Abdullah bin Mas'ud
Radhiyallahu Anhu berkata, "Binasalah orang yang
dengan hatinya tidak mengetahui kebaikan dan
tidak mengingkari kemungkaran."
Demikian pula hati yang mengidap penyakit
syahwat, karena ke-lemahannya ia condong pada
apa yang disodorkan padanya, dan itu tergantung
stadium penyakit yang dideritanya.
Jika cahaya dan sinar hati kuat maka terbukalah
baginya pengetahu-an dan hakikatnya. Tampaklah
baginya kebaikan sebagai kebaikan, ka-rena
cahayanya lalu ia mengedepankannya dalam
kehidupan. Demikian pula dengan keburukan, ia
akan tampak buruk baginya. Tentang dua dasar
fundamental ini, Allah telah menyebutkannya
dalam banyak ayat, di antaranya,
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu
(Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya
kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-
Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman
itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya,
yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami
kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi
petunjuk kepada jalan yang lurus." (Asy-Syura:
52).
Dia menghimpunkan antara ruh yang menghasilkan
kehidupan dengan cahaya yang menghasilkan sinar
dan pancaran. Ia juga mengabar-kan bahwa Al-
Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengandung dua hal:
Ruh yang dengannya hati menjadi hidup dan
cahaya yang dengannya didapatkan penerangan
dan pancaran, sebagaimana firman Allah,
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia
Kami hidupkan dan Kami berikan padanya cahaya
yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat
keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).
Artinya, apakah orang kafir yang hatinya mati,
tenggelam dalam gelapnya kebodohan, lalu Kami
tunjuki jalan kebenaran, Kami beri taufiq pada
keimanan dan Kami jadikan hatinya hidup setelah
ia mati, ber-cahaya dan memancar setelah
kegelapannya? Dia menjadikan orang kafir -
karena membelot dari ketaatan, karena
kebodohannya tentang Allah, tauhid dan syariat
agama-Nya, serta tidak berusaha mendapatkan
ridha-Nya, juga tidak beramal demi keselamatan
dan kebahagiaannya-seumpama mayit yang tidak
memberi manfaat sedikit pun pada dirinya, tidak
pula menolak apa yang dibencinya, lalu ia Kami
beri petunjuk ke-pada Islam dan Kami hidupkan
dia dengannya, sehingga ia mengetahui apa yang
berbahaya dan bermanfaat untuk dirinya, lalu
berusaha meng-hindar dari kemurkaan dan siksa
Allah, ia dapat melihat kebenaran sete-lah
sebelumnya buta tentangnya, dapat
mengetahuinya setelah dahulu-nya bodoh,
mengikutinya setelah dahulunya berpaling
daripadanya, ia akhirnya mendapat cahaya dan
sinar yang menerangi dirinya, sehingga ia berjalan
dengan cahayanya di tengah-tengah masyarakat
manusia, sedang mereka masih dalam pekatnya
kegelapan. Seperti dikatakan dalam syair,
"Malamku karena wajahmu tampak bercahaya,
sedang gelapnya malam di tengah manusia masih
terns menyelimuti.
Orang-orang masih dalam gelap pekatnya malam,
sedang kita berada di bawah cahaya siang."
Karena itu Allah melukiskan perumpamaan air dan
api untuk wahyu dan hamba-Nya.
Perumpamaan air dan api bagi wahyu adalah
sebagaimana firman Allah,
"Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit
maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut
ukurannya maka arus itu membawa buih yang
mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka
lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau
alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus
itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan
(bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya, adapun yang memberi manfaat kepada
manusia maka ia tetap dibumi. Demikianlah Allah
membuat perum-pamaan-perumpamaan." (Ar-
Ra'd: 17).
Allah mengumpamakan wahyu-Nya dengan air
karena dengannya didapatkan kehidupan dan
dengan api karena dengannya didapatkan ca-haya
dan pancaran. Allah mengabarkan bahwa air
mengalir di lembah-lembah sesuai ukurannya.
Lembah luas akan menampung air yang ba-nyak
dan lembah sempit hanya menampung air yang
sedikit pula. Lalu Allah mengumpamakan apa yang
dikandung hati dari berbagai syubhat dan syahwat
karena kerancuannya menyikapi wahyu dengan
buih yang dibawa oleh air, dan mengumpamakan
kebatilan berbagai syubhat itu karena tak adanya
ilmu bermanfaat di dalam hati dengan buih yang
hi-lang serta yang dilemparkan oleh lembah, dan
hanya air yang bermanfa-atlah yang tetap
mengendap di dalamnya. Demikian pula dengan
per-umpamaan selanjutnya, akan hilang sesuatu
yang jelek dari mutiara itu dan yang murni
daripadanya akan tetap tinggal.
Adapun perumpamaan dua hal di atas bagi hamba
maka sebagai-mana disebutkan dalam surat Al-
Baqarah,
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dan membiarkan mereka
dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka
tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan
kembali (kejalan yang benar)." (Al-Baqarah:
17-18).
Ini adalah perumpamaan dengan api. Selanjutnya
Allah befirman,
"Atau sepertt (orang-orang yang ditimpa) hujan
lebat dari langit di-sertai gelap gulita, guruh dan
kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak
jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab
takut akan mati." (Al-Baqarah: 19).
Ini adalah perumpamaan dengan air.
Kami telah menjelaskan tentang rahasia-rahasia
dua perumpamaan ini berikut sebagian hukum-
hukum yang dikandungnya dalam kitab Al-Ma'alim
dan lainnya.*'
Maksudnya, kebaikan hati, kebahagiaan dan
kemenangannya ter-gantung pada dua hal pokok
tersebut
Allah befirman,
"Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan
kitab yang memberi penerangan, supaya dia
(Muhammad) memberi peringatan kepada orang-
orang yang hidup (hatinya)." (Yasin: 69-70).
Allah memberitahukan bahwa mengambil manfaat
dari Al-Qur'an berikut peringatannya hanyalah
bisa diperoleh orang yang hatinya hidup. Seperti
disebutkan pula dalam ayat lain,
"Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
peringatan bagi orang yang memiliki hati." (Qaaf:
37).
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan
Allah dan seruan rasul, apabila rasul menyeru
kamu kepada suatu yang memberi kehidupan
kepadamu." (Al-Anfal: 24).
Allah mengabarkan bahwa kehidupan kita hanyalah
dengan meme-nuhi apa yang diserukan oleh Allah
dan Rasul-Nya, baik berupa ilmu maupun iman.
Dari sini diketahui, mati dan binasanya hati adalah
de-ngan hilangnya hal tersebut.
Allah menyamakan orang yang tidak memenuhi
seruan Rasul-Nya dengan para penghuni kubur. Ini
adalah sebaik-baik perumpamaan. Sesungguhnya,
tubuh-tubuh mereka adalah kuburan bagi hati
mereka. Hati mereka telah mati dan dikubur
dalam tubuh-tubuh mereka.
*) Dalam kitab Ijtima'ul Juyusy Al-Islamiyah
terdapat keterangan yang sangat baik tentang
dua perumpamaan ini.
Allah befirman,
"Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan kamu
sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang
di dalam kubur dapat mendengar." (Faathir: 22).
Sungguh sangat tepat apa yang diungkapkan
seorang penyair,
"Dan dalam kebodohan, sebelum kematian adalah
kematian bagi pemiliknya.
Jasad-jasad mereka, sebelum kuburan adalah
kuburan.
Ruh-ruh mereka berada dalam kebuasan tubuh-
tubuh mereka dan mereka tidak memiliki
kebangkitan, meskipun pada saat Hari
Kebangkitan."
Karena itu Allah menjadikan wahyu yang
disampaikan-Nya kepada para nabi sebagai ruh,
seperti dalam firman-Nya,
"la menyampaikan ruh (wahyu) atas perintah-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya." (Al-Mu'min: 15).
Dan itu terdapat dalam dua tempat dalam Kitab-
Nya.*' Dan Allah befirman,
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu
(Al-Qur'an) dengan perintah Kami." (Asy-Syuura:
52).
Sebab kehidupan segenap ruh dan hati adalah
dengan wahyu itu dan kehidupan yang baik inilah
kehidupan yang diberikan Allah secara khusus
kepada orang yang mau menerima wahyu-Nya,
serta mengamal-kannya.
Allah befirman,
*) Ayat yang lain yaitu pada surat An-Nahl, "Dia
menurunkan para malaikat dengan (membawa)
wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang
Dia kehendaki di antara hamba-hamba-
Nya." (An-Nahl: 2).
"Siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-
laki maupun perem-ption dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (An-Nahl: 97).
Allah mengkhususkan mereka dengan kehidupan
yang baik di kam-pung dunia dan akhirat. Dalam
ayat senada Allah befirman,
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu
mengerjakan yang demikian, niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus)
kepadamu sampai pada waktu yang telah
ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-
tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keutamaan-nya." (Huud: 3).
Allah iuga befirman,
"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
mendapat (pembalasan) yang baik. Dan
sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik
dan itulah sebaik~baik tempat bagi orang yang
bertakwa." (An-Nahl: 30).
Allah menjelaskan bahwa kebaikan yang dilakukan
orang yang ber-buat baik itu sungguh akan
membahagiakannya, baik di dunia maupun di
akhirat. Sebagaimana Allah juga memberitahukan
bahwa orang yang berbuat jahat akan sengsara
dengan kejahatannya, baik di dunia maupun di
akhirat.
Allah befirman,
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkan-nya pada
Hart Kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124).
Dan Allah menghimpun keduanya dalam firman-
Nya,
"Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan
kepadanya petun-juk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya,
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.
Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-
orang yang tidak beriman." (Al-An'am: 125).
Orang yang beriman dan memperoleh petunjuk
akan mendapatkan kelapangan dan keluasan dada,
sedang orang yang sesat akan sempit dan sesak
dadanya.
Allah befirman,
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah
hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia
mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan
orang yang membatu hatinya) ?" (Az-Zumar: 22).
Orang-orang yang beriman berada dalam cahaya
dan kelapangan dada, sedangkan orang-orang
yang sesat berada dalam kegelapan dan
kesempitan dada. Pada Bab Kebersihan Hati, insya
Allah akan dibicarakan lebih luas. Maksudnya
adalah, kehidupan dan bercahayanya hati meru-
pakan modal bagi segala kebaikan, sedang
kematian dan kegelapan hati merupakan modal
bagi segala keburukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar